Jika Anda sempat menelaah isi buku PARADIGMA PENDIDIKAN
NASIONAL ABAD XXI yang diterbitkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP)
atau membaca isi Pemendikbud No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses, Anda akan
menemukan sejumlah prinsip pembelajaran sebagai acuan dasar berpikir dan
bertindak guru dalam mengembangkan proses pembelajaran. BNSP merumuskan 16
prinsip pembelajaran yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan abad ke-21.
Sedangkan Pemendikbud No. 65 tahun 2013 mengemukakan 14 prinsip pembelajaran,
terkait dengan implementasi Kurikulum 2013. Sementara itu, Jennifer Nichols
menyederhanakannya ke dalam 4 prinsip, yaitu: (1) instruction should be
student-centered; (2) education should be collaborative; (3) learning should
have context; dan (4) schools should be integrated with society.
Keempat prinsip pokok pembelajaran abad ke 21 yang digagas
Jennifer Nichols tersebut dapat dijelaskan dan dikembangkan seperti berikut
ini:
1. Instruction should be student-centered
Pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa ditempatkan sebagai subyek
pembelajaran yang secara aktif mengembangkan minat dan potensi yang
dimilikinya. Siswa tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan menghafal materi
pelajaran yang diberikan guru, tetapi berupaya mengkonstruksi pengetahuan dan
keterampilannya, sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangan berfikirnya,
sambil diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi
di masyarakat.
Pembelajaran berpusat pada siswa bukan berarti guru
menyerahkan kontrol belajar kepada siswa sepenuhnya. Intervensi guru masih
tetap diperlukan. Guru berperan sebagai fasilitator yang berupaya membantu
mengaitkan pengetahuan awal (prior knowledge) yang telah dimiliki siswa dengan
informasi baru yang akan dipelajarinya. Memberi kesempatan siswa untuk belajar
sesuai dengan cara dan gaya belajarnya masing-masing dan mendorong siswa untuk
bertanggung jawab atas proses belajar yang dilakukannya. Selain itu, guru juga
berperan sebagai pembimbing, yang berupaya membantu siswa ketika menemukan
kesulitan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya.
2. Education should be collaborative
Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan
orang lain. Berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda dalam latar budaya
dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun makna,
siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya. Dalam
mengerjakan suatu proyek, siswa perlu dibelajarkan bagaimana menghargai
kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan
menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka.
Begitu juga, sekolah (termasuk di dalamnya guru) seyogyanya
dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan (guru) lainnya di berbagai belahan
dunia untuk saling berbagi informasi dan penglaman tentang praktik dan metode
pembelajaran yang telah dikembangkannya. Kemudian, mereka bersedia melakukan
perubahan metode pembelajarannya agar menjadi lebih baik.
3. Learning should have context
Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi
dampak terhadap kehidupan siswa di luar sekolah. Oleh karena itu, materi
pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru
mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung dengan
dunia nyata (real word). Guru membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna
dan keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-harinya. Guru melakukan penilaian kinerja siswa yang
dikaitkan dengan dunia nyata.
4. Schools should be integrated with society
Dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang
bertanggung jawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat
dalam lingkungan sosialnya. Misalnya, mengadakan kegiatan pengabdian
masyarakat, dimana siswa dapat belajar mengambil peran dan melakukan aktivitas
tertentu dalam lingkungan sosial. Siswa dapat dilibatkan dalam berbagai
pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti: program kesehatan,
pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya. Selain itu, siswa perlu diajak
pula mengunjungi panti-panti asuhan untuk melatih kepekaan empati dan
kepedulian sosialnya.
Dengan kekuatan teknologi dan internet, siswa saat ini bisa
berbuat lebih banyak lagi. Ruang gerak sosial siswa tidak lagi hanya di sekitar
sekolah atau tempat tinggalnya, tapi dapat menjangkau lapisan masyarakat yang
ada di berbagai belahan dunia. Pendidikan perlu membantu siswa menjadi warga
digital yang bertanggung jawab.
Sumber:
Dikembangkan
dari: Jennifer Nichols (2013). 4 Essential of 21st Century Learning
Untuk
menterjemahkan prinsip-prinsip pembelajaran di atas ke dalam praktik tentu
bukan hal yang mudah. Tetapi itulah tantangan nyata dunia pendidikan kita saat
ini, yang suka atau tidak suka kita harus sanggup menghadapinya. Kita tidak
menginginkan putera-puteri kita kelak menjadi orang-orang yang tidak berdaya,
habis tergilas oleh jamannya.
Pembelajaran
aktif (active learning) tampaknya telah menjadi pilihan utama dalam praktik
pendidikan saat ini. Di Indonesia, gerakan pembelajaran aktif ini terasa
semakin mengemuka bersamaan dengan upaya mereformasi pendidikan nasional,
sekitar akhir tahun 90-an. Gerakan perubahan ini terus berlanjut hingga
sekarang dan para guru terus menerus didorong untuk dapat menerapkan konsep
pembelajaran aktif dalam setiap praktik pembelajaran siswanya.
Beberapa
kalangan berpendapat bahwa inti dari reformasi pendidikan ini justru terletak
pada perubahan paradigma pembelajaran dari model pembelajaran pasif ke model
pembelajaran aktif.
Merujuk pada
pemikiran L. Dee Fink dalam sebuah tulisannya yang berjudul Active Learning, di
bawah ini akan diuraikan konsep dasar pembelajaran aktif. Menurut L. Dee Fink,
pembelajaran aktif terdiri dari dua komponen utama yaitu: unsur pengalaman
(experience), meliputi kegiatan melakukan (doing) dan pengamatan (obeserving)
dan dialogue, meliputi dialog dengan diri sendiri (self) dan dialog dengan
orang lain (others)
Dialog dengan
Diri (Dialogue with Self) :
Dialog
dengan diri adalah bentuk belajar dimana para siswa melakukan berfikir
reflektif mengenai suatu topik. Mereka bertanya pada diri sendiri, apa yang
sedang atau harus dipikirkan, apa yang mereka rasakan dari topik yang
dipelajarinya. Mereka “memikirkan tentang pemikirannya sendiri, (thinking about
my own thinking)”, dalam cakupan pertanyaan yang lebih luas, dan tidak hanya
berkaitan dengan aspek kognitif semata.
Dialog
dengan orang lain (Dialogue with Others) :
Dalam
pembelajaran tradisional, ketika siswa membaca buku teks atau mendengarkan
ceramah, pada dasarnya mereka sedang berdialog dengan “mendengarkan” dari orang
lain (guru, penulis buku), tetapi sifatnya sangat terbatas karena didalamnya
tidak terjadi balikan dan pertukaran pemikiran. L. Dee Fink menyebutnya sebagai
“partial dialogue“
Bentuk lain
dari dialog yang lebih dinamis adalah dengan membagi siswa ke dalam
kelompok-kelompok kecil (small group), dimana para siswa dapat berdiskusi
mengenai topik-topik pelajaran secara intensif. Lebih dari itu., untuk
melibatkan siswa ke dalam situasi dialog tertentu, guru dapat mengembangkan
cara-cara kreatif, misalnya mengajak siswa untuk berdialog dengan praktisi,
ahli, dan sebagainya. baik yang berlangsung di dalam kelas maupun di luar
kelas, melalui interaksi langsung atau secara tertulis.
Mengamati
(Observing) :
Kegiatan ini
terjadi dimana para siswa dapat melihat dan mendengarkan ketika orang lain
“melakukan sesuatu (doing something)” , terkait dengan apa yang sedang
dipelajarinya. Misalnya, mengamati guru sedang melakukan sesuatu. Misalnya,
guru olah raga yang sedang memperagakan cara menendang bola yang baik, guru
komputer yang sedang membelajarkan cara-cara browsing di internet, dan
sebagainya,
Selain
mengamati peragaan yang ditampilkan gurunya, siswa juga dapat diajak untuk
mendengarkan dan melihat dari orang lain, misalnya menyaksikan penampilan
bagaimana cara kerja seorang dokter ketika sedang mengobati pasiennya,
menyaksikan seorang musisi sedang memperagakan kemahirannya dalam memainkan
alat musik gitar, dan sebagainya. Begitu juga siswa dapat diajak untuk
mengamati fenomena-fenomena lain, terkait dengan topik yang sedang dipelajari,
misalnya fenomena alam, sosial, atau budaya.
Tindakan
mengamati dapat dilakukan secara “langsung” atau “tidak langsung.” Pengamatan
langsung artinya siswa diajak mengamati kegiatan atau situasi nyata secara
langsung. Misalnya, untuk mempelajari seluk beluk kehidupan di bank, siswa
dapat diajak langsung mengunjungi bank-bank yang ada di daerahnya. Sedangkan
pengamatan tidak langsung, siswa diajak melakukan pengamatan terhadap situasi
atau kegiatan melalui simulasi dari situasi nyata, studi kasus atau diajak
menonton film (video). Misalnya unruk mempelajari seluk beluk kehidupan di
bank, siswa dapat diajak menyaksikan video tentang situasi kehidupan di sebuah
bank.
Melakukan
(Doing):
Tidak ada komentar:
Posting Komentar