Aku ingin tetap Sekolah


Temaram lampu jalanan menerangi jalan Raya Margonda Depok. Depok di malam hari ibarat nyonya mau pergi ke pesta. Terlihat cantik walau sedikit genit, namun tetap enak untuk dilihat. Sementara terminal Depok tidak pernah kesepian para penghuninya, sepanjang jalan Margonda kendaraan padat merayap. Di sisi kiri dan kanan sejumlah gedung pertokoan dan super market masih disibukkan oleh para pembeli.

Aku sengaja mengintip suasana Depok di malam hari. Jembatan penyebrangan yang menguhubungkan tepian terminal dengan Ramayana, kelihatannya sudah beralih fungsi menjadi pilihan yang tepat untuk memotret suasana lebih leluasa. Depok terlihat sebagai kota metropolis, yang terus bergeliat mempercantik diri, dengan segala kelebihan yang dimilikinya.

Senyuman Terindah


Biduk rumah tangga tidak selalu berlayar dalam ombak samudra yang tenang. Seringkali badai gelombang membuatnya terombang-ambing. Dan tidak jarang navigasi tidak berfungsi serta kompas tidak memberikan arah. Jika saja tidak ada cinta, maka samudera kehidupan akan segara menenggelamkannya.

Anak-anak yang lucu dan manis, sejatinya terlahir dari rahim yang dipupuk dan disemai dengan ramuan cinta kasih. Walau tidak jarang mereka lahir dari faktor keterpaksaan atau bahkan tumbuh dan besar dalam balutan dusta dan dosa.

“Rindu Kami Pada-Mu Ya Rasulullah”


Setiap pribadi muslim, pada umumnya hapal sebuah hadist yang berbunyi : “ Innamaa bu’istu Li utaamima makarimal ahlaq – sesungguhnya Aku (Muhammad SAW) diutus untuk menyempurnakan ahlaq “.

Dengan hadist ini, diharapkan pula bahwa setiap muslim, adalah tipikal manusia yang sangat obsesif untuk menumpahkan kerinduannya kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang dikenal sangat bersahaja, fathonah (cerdas, genius), amanah (commited, jujur), komunikatif (tabligh), dan siddiq (tidak pernah berbohong).

Alangkah luhurnya pribadi Rasulullah, wajahnya yang bercahaya, tutur katanya yang lemah lembut, menyejukkan, dihatinya terbuka jiwa pemaaf yang luar biasa dan senantiasa tersungging senyum dibibirnya.

Bicaralah Dengan Nurani (Sebuah Catatan Untoek Depok Yang Lebih Baik


Para politisi, para birokrat pengambil kebijakan, dan para akademisi, seringkali dipandang sebagai orang-orang yang dianggap bertanggung jawab mewakili publik untuk berbicara di berbagai mass media baik cetak maupun elektronik tentang kondisi masyarakat dan bangsa. Kenyataan ini seolah-olah menunjukkan bahwa merekalah yang paling tahu tentang kondisi bangsanya. Tidak terlalu salah anggapan itu, tapi juga tidak selalu benar.

Apa yang dibicarakan tidak selalu apa yang terjadi dilapangan, bahkan seringkali jauh dari kondisi sesungguhnya. Demi kepentingan-kepentingan “profesinya” mereka merasa harus bicara. Banyak sudut pandang dan kepentingan yang membungkus muatan pembicaraan. Yang pasti pembicaraan mereka akan menjadi opini masyarakat, kemudian terjadi pembenaran dan kemudian menjadi sikap masyarakat. Dan akhirnya bertindaklah masyarakat atas apa yang didengarnya dan atas apa yang diyakininya. Ketika suara itu datang dari orang-orang yang dianggap merepresentasikan kepentingannya, maka ia akan dianggap sebagai sebuah kebenaran yang harus ditaati. Tapi jika suara itu datang dari orang-orang yang dianggap kelompok lawannya, maka ia akan dianggap sebagai sebuah kesalahan yang menurutnya harus ditentang.