Belajar dari Umar bin Abdul Aziz (sebuah catatan untuk calon pemimpin depok)


Beberapa bulan ke depan, tepatnya bulan Oktober, Depok akan menggelar hajat besar 5 tahunan, yaitu Pemilihan Kepala Daerah. Dalam konteks menciptakan dan membangun kehidupan yang lebih baik, seseorang yang dinilai berpotensi untuk mengemban amanah memimpin tidak boleh mengelak, karenanya Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa diserahkan kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum lemah dan orang yang membutuhkannya, maka Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat.” (HR Ahmad).

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat selalu membutuhkan adanya pemimpin. Bahkan perjalanan yang dilakukan oleh tiga orang muslim, harus mengangkat salah seorang diantara mereka sebagai pemimpin perjalanan. Ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan pemimpin dalam suatu masyarakat, baik dalam skala kecil apalagi skala besar.

Dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, banyak orang yang semula memperjuangkan seseorang untuk menjadi pemimpin menjadi kecewa dengan sikap, ucapan dan tindakan seorang pemimpin yang dikaguminya. Salah satunya adalah karena sang pemimpin gagal mendisiplikan dirinya untuk menjadi pemimpin yang sebenarnya sehingga cita-cita memperbaiki pemerintahan tidak dirasakan oleh masyarakat.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Adam Galinsky, peneliti etika pada Kellogg School University Nortwestern, Amerika Serikat; “mengapa banyak orang yang berkuasa gagal mematuhi aturan-aturan etis yang justru mereka ciptakan sendiri? Adam Galinsky mengatakan, kekuasaan dan pengaruhnya dapat menyebabkan keterpautan yang serius antara penilaian publik dan prilaku pribadi. Akibatnya, mereka yang berkuasa akan menjadi lebih ketat menilai orang lain, tetapi longgar terhadap diri sendiri.”

Jabatan jika diraih dengan ambisi, dianggap sebagai sebuah gengsi yang bisa mengangkat prestise memang bisa menciptakan kemunafikan. Beda dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menganggap jabatan sebagai sebuah amanah yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Jabatan dengan sudut pandang seperti itu membuatnya sangat hati-hati dan tidak menganggap sepele persoalan sekecil apapun.

Hari pertama sebagai khalifah, Umar dikejutkan dan mengejutkan banyak orang. Setelah menyelesaikan prosesi penguburan Khalifah Sulaiman, kepadanya disiapkan sejumlah kendaraan yang terdiri dari kuda pengangkut barang, beberapa ekor kuda tunggangan lengkap dengan peralatan dan kusirnya.
Umar bin Abdul Aziz bertanya, “apakah ini?”
Mereka menjawab, “ini kendaraan buat khalifah.”
Umar menegaskan, “hewanku lebih sesuai bagiku.”
Maka Umar menjual semua hewan itu dan uangnya diserahkan kepada Baitul Maal. Begitu pula semua tenda, permadani dan semua tempat alas kaki yang disediakan untuk khalifah-khalifah yang baru. Ia pun melakukan evaluasi dan kesimpulannya, ia harus menjauhkan diri dari kenikmatan duniawi, bahkan ia pun menanggalkan pakaian yang mahal dan beralih kepada yang murah. Bahkan Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Umar sebelum menjadi khalifah menganggap kasar pakaian yang berharga sampai 800 dirham, namun kini pakaian dengan harta 8 dirham saja dianggapnya begitu halus. Kesederhanaan ini pun mendapat dukungan dari anggota keluarganya, istri dan anaknya.

Cerita seperti ini bukan di negeri dongeng, akankah terwujud kembali? Untoek Depok Yang Lebih Baik.

by: Eman Sutriadi

2 komentar:

  1. Semoga.....! tapi amat sedikit yang akan kuat untuk melakoni keindahan yang tergambar dalam sejarah, karena kenapa mereka tidak tahu... arah yang akan mendamaikan hati. yang ada hanya ambisi semata dan napsu yang bergejolak..... sulit dan tak mungkin.

    BalasHapus